
Washington, 29 Desember 2024-Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, meminta Mahkamah Agung (MA) untuk menangguhkan sementara undang-undang federal yang melarang TikTok atau memaksa aplikasi itu melakukan divestasi. Trump berargumen bahwa ia seharusnya memiliki waktu setelah menjabat untuk mencari “resolusi politik” terkait masalah tersebut
TikTok dan pemiliknya, ByteDance, berusaha keras untuk mempertahankan kehadirannya di Amerika Serikat setelah Kongres melakukan voting pada April untuk melarangnya beroperasi kecuali perusahaan induk aplikasi tersebut di China menjualnya sebelum 19 Januari 2025. Mereka berupaya agar regulasi tersebut dibatalkan.
Mahkamah Agung Amerika Serikat (Supreme Court) menyetujui untuk mendengarkan banding TikTok terhadap undang-undang baru yang dapat melarang aplikasi tersebut di Amerika Serikat. TikTok telah mengklaim bahwa undang-undang ini melanggar hak berbicara mereka yang dijamin oleh Pasal Pertama Konstitusi Amerika Serikat
Jika Mahkamah Agung tidak berpihak pada ByteDance dan divestasi gagal dilakukan, TikTok berisiko dilarang di Amerika Serikat pada 19 Januari, sehari sebelum pelantikan Trump. Keputusan ini akan membawa dampak signifikan bagi pengguna dan kreator konten di TikTok
Sebelumnya diberitakan bahwa CEO TikTok, Shou Zi Chew, bertemu dengan Presiden terpilih Donald Trump di Mar-a-Lago, Florida, pada pertengahan bulan ini dalam upaya mencegah pemblokiran aplikasi tersebut di Amerika Serikat (AS)
Dalam konferensi persnya sesaat setelah pertemuan tersebut, Trump mengatakan akan memperhatikan TikTok dan mengatakan jika platform tersebut mempunyai tempat yang khusus di hatinya, karena menurut Trump kemenangan dalam pilpres bulan lalu salah satunya adalah generasi muda yang mendukungnya, yang merupakan pengguna terbesar platform asal China itu
Larangan terhadap TikTok di AS muncul akibat kekhawatiran atas keamanan data pengguna dan potensi penyalahgunaan platform oleh pemerintah China. Platform yang dimiliki ByteDance yang berbasis di China itu menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah China akan memaksa perusahaan teknologi tersebut untuk menyerahkan data pengguna atau melakukan tindakan lain yang membahayakan keamanan nasional AS
Tensi geopolitik kedua negara disinyalir memperkuat kekhawatiran tersebut dan menjadikan TikTok salah satu medan pertempuran dalam persaingan AS dan China
TikTok sendiri secara konsisten menyangkal tuduhan itu dengan menegaskan bahwa mereka beroperasi secara independen dari pemerintah China dan tidak tunduk pada hukum negara itu yang mengharuskan perusahaan menyerahkan data kepada pemerintah dan berulang kali menyatakan jika data pengguna AS disimpan di server yang berada di Amerika Serikat dan Singapura, bukan China. Mereka bahkan mengizinkan auditor independen untuk memeriksa sistem keamanan datanya
Selain itu, TikTok juga menyatakan komitmennya terhadap privasi pengguna dan telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi data pengguna seperti enkripsi data yang kuat
sumber: VOA Indonesia