kronikberita.com

Penting dan Mendalam

Berita Ekonomi

Pengusaha Retail Pertanyakan Aturan Penjualan Rokok

JAKARTA, 2 AGUSTUS 2024 – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menyayangkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan menuai polemik.

Dia menilai, PP Kesehatan yang disusun berlandaskan pendekatan omnibus ini mencampuradukkan sektor kesehatan dan ekonomi. Seperti misalnya terkait pengaturan penjualan produk tembakau.

Menurut Roy, seharusnya PP ini mereformasi dan membangun sistem dan layanan kesehatan sampai ke pelosok negeri, bukan malah mematikan kegiatan ekonomi masyarakat.

Ia lantas mencontohkan Pasal 434 ayat (1) huruf c mencantumkan larangan menjual produk tembakau secara eceran satuan per batang. Selain itu, Pasal 434 ayat (1) huruf e menambahkan pengaturan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

“Kesehatan dan ekonomi adalah dua hal yang berbeda. Ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, upaya masyarakat mencari nafkah bagi keluarga dan anak-anaknya. Termasuk pedagang dan pelaku usaha. Jadi tidak bisa, seolah-olah dalam kebijakan, kesehatan harus menang dan ekonomi kalah, atau sebaliknya. Harus balance. Sebagai bagian turunan dari UU Kesehatan, seharusnya PP ini fokus mengatur kesehatan. Bukan mengatur bagaimana berjualan,” ujar Roy, Jumat (2/8/2024).

Roy juga memproyeksikan, implementasi PP Kesehatan terutama terkait zonasi pelarangan penjualan sejauh 200 meter akan menimbulkan masalah.

“Bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana mengukurnya? Apakah Satpol PP-nya turun ke lapangan, mengukur pakai meteran? Definisi tempat pendidikan sangat luas, apakah termasuk tempat kursus balet, kursus/bimbingan belajar? Narasinya tidak spesifik. Maka, pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP Kesehatan ini akan multitafsir dan dapat menjadi pasal karet, karena tidak mudah dilaksanakan,” jelasnya.

Menurut Roy,csejak 12 tahun lalu, sektor pertembakauan sudah sepakat dan disiplin menjalani implementasi aturan mengenai pengamanan zat adiktif yang tercantum dalam PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Baginya, yang menjadi urgensi saat ini adalah penertiban rokok ilegal.

“Kenapa pemerintah tidak fokus membasmi rokok ilegal yang sedang marak saat ini? Kenapa yang membayar cukai, yang berkontribusi bagi penerimaan negara, bagi pembangunan, bagi investasi tidak dilindungi? Dampak regulasi ini sampai ke hulu, ke petani tembakau. Pemerintah tidak memikirkan mitigasinya,” tandasnya.

Aprindo berharap pemerintah tidak mematikan ekonomi masyarakat dengan disahkannya PP Kesehatan ini.

“Kami sudah menaati aturan, mulai dari pembatasan iklan, kami juga patuh menjual rokok untuk usia dewasa. Kenapa sekarang ditambah pasal karet ini, yang ujungnya juga tidak dapat menjamin hilangnya rokok ilegal? Sejak awal kami tidak pernah dilibatkan, tidak diajak bicara, dan tidak tahu menahu soal sosialisasi peraturan ini,” tutupnya.