Jakarta, 9 Mei 2024 – Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari 1512 perkara yang ditangani hingga tahun 2023, mayoritas perkara berasal dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Oleh karena itu, penguatan peran APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga menjadi program prioritas KPK melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Tahun 2024 ini.
Hal tersebut disampaikan Budi Waluya Direktur Korsup Wilayah V KPK, dalam kegiatan Rapat Persiapan Pelaksanaan Koordinasi Penguatan APIP, yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/5).
Dalam sambutannya, Budi menjabarkan beberapa penyebab korupsi di daerah. “Di daerah, masih banyak korupsi yang terjadi. Hal ini karena kurangnya komitmen kepala daerah dalam melakukan pengawasan intern pengelolaan pemerintahan, sistem politik yang masih menimbulkan benturan kepentingan, tidak adanya implementasi sistem tata kelola pemerintahan yang antikorupsi, serta lemahnya pengendalian dan pengawasan,”ungkap Budi.
Maka untuk mengatasi lemahnya pengendalian dan pengawasan tersebut, lanjut Budi, Kedeputian Korsup KPK membentuk tim khusus dalam penguatan APIP. Tim yang terdiri dari beberapa perwakilan direktorat Kedeputian Korsup KPK ini diharapkan dapat mengakselerasi pencegahan korupsi di daerah, khususnya terkait penguatan APIP.
Budi menuturkan bahwa dalam pelaksanaannya, APIP di daerah masih menemukan sejumlah kendala. Hal ini menghambat pengawasan dalam tata kelola pemerintah daerah. “Kendala tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek anggaran, aspek sumber daya manusia (SDM), serta aspek independensi dan objektivitas,” ujarnya.
Dalam aspek penganggaran, APIP dinilai masih kurang didukung dengan anggaran yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Selain itu, APIP tidak mendapat insentif khusus guna mendorong peningkatan kinerja dan integritas.
Sementara itu, pada aspek SDM, masih ditemukan kendala dari sisi jumlah sumber daya (kuantitas) dan kompetensi (kualitas), sehingga pengawasan belum efektif menurunkan angka korupsi. “Bukan berarti semuanya kurang, namun masih banyak yang belum mencukupi jumlah dan kompetensinya masih rendah. Ini akan berpengaruh ke hasil audit,” tambah Budi.
Selain itu, tantangan saat ini bagi APIP adalah beradaptasi dalam hal digitalisasi. Kedepan, APIP diharapkan dapat menguasai modernisasi informasi dan teknologi (IT) atau digitalisasi dalam melakukan hal pengawasan. Hal ini mengingat tata kelola pemerintahan sudah diperkuat dengan berbagai aplikasi digital.
Selanjutnya, dalam aspek independensi dan objektivitas masih ditemukan permasalahan. Secara susunan kelembagaan, APIP berada di bawah Kepala Daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Posisi ini rentan menimbulkan intervensi kepala Daerah terhadap hasil audit yang dilakukan APIP. “Mutasi dan rotasi APIP menjadi ancaman, kedudukan APIP dalam hal ini menjadi lemah dan berdampak pada penurunan kualitas,” kata Budi.
Baca juga berita : Sinergi KPK – Pemprov Daerah Khusus Jakarta: Implementasi Penertiban Aset Daerah
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Raden Bimo Gunung Abdul Kadir turut menyampaikan kendala terkait APIP yang ditemukan saat melakukan kajian dengan inspektorat lain. Salah satu kendala yang ditemukan adalah pada aspek sumber daya.
“Kelemahan yang saya temukan adalah ada Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD) di daerah, diisi auditornya eselon III yang belum punya pengalaman pengawasan. Sebagai auditor tentu perlu ada sertifikatnya. Jika tidak ada, ini tentu menjadi masalah,” kata Bimo.
Bimo menjelaskan bahwa sebuah profesi harus memiliki standar serta perlu ada asosiasi profesinya yang menaunginya. Oleh karena itu, kedepan diharapkan pengadaan sumber daya di APIP dapat didukung dengan orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang sesuai dengan kebutuhan APIP sendiri.
Melalui penguatan ini, kedepannya APIP diharapkan dapat menjadi pihak proaktif dalam pembinaan dan konsultasi bagi instansi pemerintah khususnya daerah. Selain itu, diharapkan APIP dapat menjadi early warning system atau pemberi peringatan dini kepada instansi pemerintah atas potensi penyimpangan yang terjadi.
Adanya penguatan APIP ini juga diharapkan dapat menjadikan APIP sebagai trusted advisor, yang dapat memberi pandangan bagi instansi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tepat dari berbagai alternatif yang ada, serta menjadi mitra strategis bagi pengambil kebijakan agar menjamin apa yang dilakukan mampu mencapai tujuan organisasi (quality assurance).
Sebagai program prioritas, Tim Korsup KPK melaksanakan Program Peningkatan Kapasitas APIP. Melalui program ini diharapkan dapat tersusun peta permasalahan kapasitas APIP daerah dan rumusan penguatan kapasitas APIP daerah. Dalam rapat sesi pertama ini, turut hadir perwakilan Inspektorat dari 10 Pemerintah Daerah, antara lain dari Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Papua, Kota Bandung, Kota Makassar, dan Kabupaten Kudus.
Perwakilan tersebut menyampaikan beberapa kendala inspektorat yang terjadi di daerah mereka. Selanjutnya, disusun saran rekomendasi penguatan APIP mulai dari aspek anggaran, sumber daya, dan kelembagaannya, yang nantinya disampaikan kepada Kemendagri, Kementerian PAN RB, BPKP, dan K/L terkait lainnya.
Baca Berita Menarik Lainnya di Google News