Italia – 27 Agustus 2024 – Davide Tardozzi adalah salah satu bagian penting dari Lenovo Ducati di MotoGP. Pria asal Italia itu telah menjadi bagian dari pabrikan yang bermarkas di Borgo Panigale sejak kembali ke MotoGP pada tahun 2014.
Berkat tangan dinginnya, Ducati menjelma menjadi pabrikan yang sangat dominan dalam satu dekade terakhir.
Namun, jangan lupakan pula kiprah Pecco Bagnaia, yang berhasil membawa Ducati menjadi juara dunia MotoGP dua musim berturut-turut. Pecco saat ini tetap menjadi pemimpin klasemen umum kejuaraan tersebut.
Meski Jorge Martín tidak memberikan kemudahan bagi pembalap Italia itu untuk memenangi setiap balapan, Bagnaia telah menunjukkan bakat hebat dalam mengatur balapan di akhir pekan.
Menurut Davide Tardozzi, perpaduan motor dan pembalap tak bisa dipisahkan. Keduanya saling bertalian erat. Sehingga, ia menyayangkan minimnya apresiasi terhadap Pecco.
“Semua orang membicarakan Marc Márquez atau Fabio Quartararo, tapi kesuksesan Pecco selalu dikaitkan dengan Ducati. Orang sering mengatakan bahwa dia mempunyai motor terbaik dan itulah sebabnya dia sangat sukses. Benar, tapi ada tujuh pembalap lain yang mengendarai motor kami,” kata Tardozzi pada Podcast bertajuk ‘Ducati Diaries’.
Bagi Tardozzi, kiprah Bagnaia sangat menentukan perkembangan Ducati dalam beberapa tahun terakhir. “Dalam hal ini, Pecco adalah orang nomor satu yang tak terbantahkan. Dia dengan sempurna menggambarkan perasaannya. Kami melihat datanya dan langsung memahami dari pernyataan mereka bagaimana dan di mana kami perlu memperbaikinya,” jelasnya.
Meski sudah memegang dua gelar MotoGP, Tardozzi meyakinkan bahwa merekabelum melihat Pecco terbaik. Ia yakin Bagnaia masih akan berkembang di masa depan dan belajar dari kesalahannya agar tidak mengulanginya.
“Sejak dia memimpin, dia memenangkan hampir separuh balapan,” pungkas pembalap Italia itu.
Host Podcast tersebut, Neil Hodgson adalah salah satu yang sempat meragukan kemampuan Bagnaia. Bahkan ketika dia promosi dari Moto2, Hodgson tak yakin ia mampu bersaing di kelas utama.
“Bahkan setelah meraih gelar Moto2, saya masih ragu. Begitu dia mencapai puncak MotoGP, saya melihat bagaimana dia mengatasi tekanan, terus meningkat dan tidak pernah puas 100%,” aku mantan pembalap MotoGP asal Inggris itu.