kronikberita.com

Penting dan Mendalam

Berita Hukum Politik

Bubarkan Kementerian BUMN

Oleh Lutfil Hakim (Jurnalis, Ketua PWI Jatim)

SURABAYA, 24 FEBRUARI 2025 – Judul tulisan ini tidak bermaksud sarkasme atau mendiskreditkan Kementerian tertentu, tapi hanya bersifat usulan pasca dibentuknya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, lembaga semacam sovereign wealth fund (SWF) – yang diberi tugas khusus mengelola sebagian aset dan bisnis beberapa BUMN skala besar.

Hari ini, Senin (24/2) Presiden Prabowo Subianto sudah meresmikan operasional Danantara di Jakarta. Rencananya BPI ini akan mengelola aset (AUM) senilai US$900 miliar (Rp14.681 triliun) atau setara 5x nilai APBN. Lembaga ini menjadi semacam superholding bagi beberapa BUMN besar, di antaranya Bank Mandiri, Bank BRI, PT PLN, Pertamina, Bank Negara Indonesia (BNI), PT Telkom, serta PT Mineral Industri Indonesia (Mind Id).

Artinya Danantara akan mengelola AUM lebih besar dari total nilai aset 65 BUMN yang ada saat ini (sekitar Rp11.000 triliun). Bahkan lebih besar dibanding nilai NAV Temasek Holdings (SWF milik Singapore) maupun Khazanah Nasional Berhad (SWF/Malaysia) – yang keduanya memiliki nilai NAV masih di bawah Rp5000 triliun.

Terlepas sejauhmana efektivitas Danantara nanti dalam perannya sebagai BPI bagi sejumlah BUMN besar, yang jelas kebijakan ini menyisakan pertanyaan: Yakni bagaimana (lantas) status dan kedudukan Kementerian BUMN pasca terbentuknya Danantara, setidaknya pola hubungan dengan sejumlah BUMN besar tersebut. Pasti akan ada kerancuan dan tumpang tindih tugas maupun pengawasan pada tataran operasional, seberapapun skalanya.

Kenapa tidak sekalian saja seluruh BUMN diserahkan tanggung-jawab dan pengelolaannya kepada Danantara, agar efektivitas dan fleksibilitas kebijakannya lebih acceptable. Artinya keberadaan BUMN murni sebagai lembaga bisnis, sehingga tidak perlu lagi berada dalam koridor pemerintahan (Kementerian BUMN).

Di Singapore atau Malaysia tidak ada yang namanya (semacam) Kementerian BUMN. Usaha – usaha milik negara langsung diawasi dan bertanggungjawab kepada Kementerian Keuangan setempat, serta konsolidasi operasional dan pengawasan oleh lembaga superholding masing – masing, seperti Temasek Holdings dan Khazanah Berhad. Sehingga dalam menjalankan proses bisnisnya jauh lebih efisien, efektif dan fleksibel.

Pembubaran Kementerian BUMN dapat menjadi solusi efektif jika dilakukan dengan pertimbangan dan perencanaan yang matang. Sebab bisa terjadi duplikasi tugas jika sebagian besar peran Kementerian BUMN “diambil alih” oleh kelembagaan lain (Danantara). Pembubaran Kementerian BUMN dapat menyederhanakan struktur organisasi dan mengurangi anggaran pemerintah, serta mereduksi kompleksitas persoalan yang menyertai.

Selain itu, aspek politik selama ini kerap masuk ke wilayah kerja Kementerian BUMN, mengingat jabatan Menteri BUMN biasanya merupakan portofolio dari partai politik. Bahkan penentuan jabatan direksi dan komisaris BUMN pun tidak lepas dari “campur tangan” parpol. Tentu semua rentetan itu akan membawa dampak negatif terhadap kinerja dan peroses bisnis BUMN. Praktek political connection seringkali mendistorsi rasionalitas kerja manajemen BUMN.

Sepanjang kelembagaan semacam Danantara diperkuat, diberi otoritas lebih besar dalam menyusun dan membuat kebijakan strategis, maka sejatinya sudah sama statusnya dengan kelembagaan Kementerian BUMN. Lantas buat apa masih ada Kementerian BUMN. Bedanya Danantara bukan bagian langsung dari pemerintah, tapi merupakan lembaga bisnis murni milik negara.

Dulu sebelum ada Kementerian BUMN (di bawah tahun 2001) seluruh operasional BUMN berada dalam komando Kementerian Keuangan, yakni di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN. Sejak ada Kementerian BUMN pada 2001, seringkali kementerian ini menyita perhatian publik.

Apalagi saat Laksamana Sukardi menjabat Menteri BUMN, setiap kebijakannya selalu dibela oleh PDIP sehingga mengundang kontroversi bagi parpol lain untuk mengkoreksi. Akibatnya gaduh. Maka itu, dengan adanya Danantara, sebaiknya lembaga Kementerian BUMN ditiadakan. Personelnya murni dari kalangan profesional.

Selain itu, pembentukan Danantara sebaiknya bisa dijadikan momentum penting penanda serius bagi pemerintah untuk bersungguh-sungguh mengembangkan usaha milik negara, termasuk ekspasi bisnisnya ke manca negara. Jangan lagi hanya jadi jago kandang seperti BUMN selama ini, tapi juga menjadi pemain utama di manca-negara.

Danantara, misalnya, bisa saja membeli sebagian saham perusahaan sektor energy dunia untuk kemudian dikerjasamakan dengan Pertamina sebagai sub-holding-nya. Artinya bisa menjadi jembatan bagi Pertamina untuk berkiprah secara global. Terutama di sektor hulu migas di tengah semakin mengecilnya deposit cadangan minyak mentah dalam negeri.

Demikian juga bagi Bank Mandiri dan Bank BRI, atau Mind ID. Melalui kiprah global Danantara, para BUMN besar itu bisa menjadi gerboing ikutan meng-internasional sesuai sektor dan kapasitanya.

Singapura adalah salah satu negara yang tidak memiliki ladang minyak, tapi melalui Temasek Holdings bisa memiliki share saham di Repsol SA, perusahaan energi dan petrokimia Spanyol yang berbasis di Madrid. Repsol SA terdaftar dalam Fortune Global 500 tahun 2020 sebagai perusahaan raksasa peringkat ke-245 dunia.

Bahkan di Indonesia, gurita bisnis Temasek Holdings cukup banyak. Temasek pernah menjadi pemilik (mayoritas) Bank Danamon sebelum akhirnya dijual ke The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd atau MUFG dengan nilai transaksi yang sangat besar dan Temasek untung besar. Danantara juga bisa seperti Temasek, bisa masuk ke banyak sektor investasi. Bisa direct investment, bisa juga indirect investment melalui pembelian saham di bursa.

Banyak contoh. Uni Emirat Arab, misalnya, memiliki Dubai Investment Fund/DIF, yakni perusahaan SWF sejenis Danantara. Perusahaan investasi ini memiliki guirita bisnis di sekitar 20 negara dengan nilai aset bisnis sekitar US$320 miliar. DIF masuk ke banyak sektor bisnis, termasuk sektor elektronik, keuangan, energi terbarukan, minyak dan gas, serta teknologi informasi. DIF juga pemilik Energiekontor – Jerman, perusahaan yang bergerak dibidang energi terbarukan.

Banyak contoh lainnya di mana negara memiliki perusahaan investasi yang beroperasi secara global (dunia) dengan aneka sektor usaha dan investment, seperti Saudi Arabian Public Investment Fund, Norwegian Government Pension Fund Global, China Investment Corporation, Qatar Investment Authority, Kuwait Investment Authority, Russia Direct Investment Fund, Australia Future Fund dan lainnya. Sudah benar Indonesia membentuk Danantara, tinggal dibuktikan bisa gak bekerja secara profesional dan menjadi besar secara internasional.

Semangat pembentukan Danantara sebaiknya juga dijadikan momentum untuk menjalankan bisnis secara efisien, proporsional dan profesional. Transparansi adalah keniscayaan yang harus ditempuh, terutama mampu menghindar dari aneka kepentingan kelompok pemburu rente (rent seeking) dalam negeri. Siapapun yang menjadi CEO dan pimpinan Danantara, saatnya membuktikan profesionalitasnya dengan memisahkan kepentingan kelompok bisnisnya dari lingkungan Danantara.

Terkait dengan itu semua, Pers harus mengawal perjalanan Danantara hingga mencapai sukses dunia. Pers bukan sekedar memuat berita tentang Danantara secara normatif, tapi Pers juga harus memberi masukan, kritik, koreksi, serta memberi advokasi strategik demi berkembangnya Danantara sebagai SWF kelas global ke depan. Selamat bekerja!