BI-RATE TETAP 6,00%: SINERGI MENJAGA STABILITAS DAN MENDORONG PERTUMBUHAN
Jakarta , Januari 2024 – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI–Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui upaya sebagai berikut:
- Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
- Penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
- Penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi (Lampiran);
- Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran dan perluasan kerja sama antarnegara guna mendorong inklusi ekonomi keuangan dan memperluas Ekonomi Keuangan Digital (EKD) melalui:
- Sinergi kegiatan kampanye perluasan digitalisasi antarinisiatif sistem pembayaran antara lain “QRIS Jelajah Indonesia”, Kartu Kredit Indonesia (KKI), dan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) di daerah prioritas;
- Perluasan implementasi QRIS, antara lain dengan tindak lanjut penyelarasan strategi pencapaian target QRIS;
- Perluasan implementasi KKI segmen Pemerintah (Pusat dan Daerah) disertai dengan monitoring yang lebih intensif;
- Penguatan dan perluasan kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra, khususnya di area kebanksentralan termasuk mempercepat konektivitas pembayaran dan Local Currency Transactions (LCT), serta memfasilitasi promosi investasi, perdagangan, dan pariwisata di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Untuk menjaga stabilitas makrekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan Pemerintah terus ditingkatkan. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.
Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda. Ekonomi global diprakirakan tumbuh sebesar 3,0% pada 2023 dan melambat menjadi 2,8% pada 2024. Ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tetap kuat didukung konsumsi rumah tangga dan investasi. Sementara itu, ekonomi Tiongkok melambat seiring dengan tetap lemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai dampak lanjutan dari pelemahan kinerja sektor properti, serta terbatasnya stimulus fiskal. Penurunan inflasi di negara maju, termasuk AS, berlanjut, meski masih berada di atas sasaran, sementara inflasi Tiongkok menurun dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat. Siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diprakirakan telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I 2024, dengan kemungkinan akan mulai menurun pada semester II 2024. Yield obligasi Pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, menurun secara gradual tapi masih berada di level tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah AS. Tekanan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia juga berkurang. Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing dan mengurangi tekanan pelemahan nilai tukar di emerging market, termasuk Indonesia. Ke depan, beberapa risiko global tetap perlu dicermati karena dapat memengaruhi ketidakpastian perekonomian dunia, seperti berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, termasuk Tiongkok, serta kepastian waktu dan besarnya penurunan suku bunga moneter negara maju, khususnya FFR.
Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut ditopang oleh permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dalam kisaran 4,5-5,3%, didorong oleh konsumsi dan investasi sejalan dengan akselerasi belanja Pemerintah pada akhir tahun dan percepatan penyelesaian beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada 2024, pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat dalam kisaran 4,7-5,5% didukung oleh permintaan domestik utamanya berlanjutnya pertumbuhan konsumsi, termasuk dampak positif penyelenggaraan pemilu, serta peningkatan investasi khususnya bangunan sejalan dengan berlanjutnya pembangunan PSN termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan belum kuat sebagai dampak perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas. Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), prospek LU Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, Informasi dan Komunikasi, Konstruksi, serta Transportasi dan Pergudangan diprakirakan tetap tumbuh baik. Sementara secara spasial, pertumbuhan yang baik diprakirakan terjadi di seluruh wilayah, terutama Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) sejalan dengan dampak positif hilirisasi mineral, serta Jawa akibat permintaan domestik yang masih kuat. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2023 diprakirakan mencatat surplus sehingga mendukung ketahanan eksternal. Surplus neraca perdagangan berlanjut pada Desember 2023 yang tercatat 3,3 miliar dolar AS dipengaruhi oleh kinerja ekspor komoditas utama Indonesia yang tetap kuat, seperti batu bara serta besi dan baja. Perkembangan ini mendukung transaksi berjalan 2023 tetap sehat dan diprakirakan dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB. Aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio ke pasar keuangan domestik juga terus berlanjut dengan net inflows hingga akhir tahun 2023 tercatat sebesar 5,4 miliar dolar AS dan pada Januari 2024 (hingga 15 Januari 2024) tercatat sebesar 3,0 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2023 tercatat meningkat menjadi 146,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Pada tahun 2024, NPI diprakirakan tetap surplus dengan defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,1% sampai dengan defisit 0,9% dari PDB. Sementara itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan berlanjut didukung oleh aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik yang lebih baik dan imbal hasil investasi yang menarik.
Stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga, sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah hingga 16 Januari 2024 relatif stabil, hanya melemah 1,24% dari akhir Desember 2023, dengan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan kembali masuknya aliran portofolio asing, sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan tetap positifnya prospek ekonomi Indonesia. Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Won Korea Selatan yang masing-masing tercatat melemah sebesar 1,95%, 2,82%, dan 3,24%. Ke depan, nilai tukar Rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat didukung oleh meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar AS. Positifnya perkembangan nilai tukar Rupiah ke depan didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI dalam rangka menarik aliran masuk portofolio asing dan pendalaman pasar uang. Koordinasi erat Bank Indonesia dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha terus diperkuat untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Inflasi menurun dan terjaga dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK Desember 2023 tercatat sebesar 2,61% (yoy) menurun dari tahun sebelumnya sebesar 5,51% (yoy) sehingga berada dalam kisaran 3,0±1%. Penurunan inflasi dipengaruhi oleh terjaganya berbagai komponen inflasi sebagai hasil nyata konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia yang pro-stability serta sinergi erat kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah. Inflasi inti 2023 terjaga rendah sebesar 1,80% (yoy) dipengaruhi oleh imported inflation yang rendah, ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, dan kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik. Inflasi volatile food juga terkendali sebesar 6,73% (yoy) didukung oleh eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah dalam mengendalikan harga pangan, termasuk dari dampak El Nino. Inflasi kelompok administered prices tercatat sebesar 1,72% (yoy), sejalan minimalnya kebijakan penyesuaian harga komoditas yang diatur oleh Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan moneter yang pro-stability dan mempererat sinergi kebijakan dengan Pemerintah guna memastikan inflasi 2024 berada dalam kisaran 2,5±1%.
Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan moneter dan inovasi untuk meningkatkan efektivitasnya dalam memastikan terkendalinya inflasi dan tetap stabilnya nilai tukar Rupiah. Respons kebijakan moneter tersebut terutama melalui kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar Rupiah. Di samping itu, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market yang telah diterbitkan selama tahun 2023, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI untuk memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk ke dalam negeri. Lelang SRBI dan SVBI hingga 16 Januari 2024 masing-masing telah mencapai Rp296,03 triliun dan 896,50 juta dolar AS. Instrumen SRBI juga telah secara aktif diperdagangkan di pasar sekunder tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp 75,44 triliun. Lelang SUVBI yang diterbitkan sebagai instrumen moneter valas telah mencapai 244 juta dolar AS hingga periode yang sama. Berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan diharapkan dapat terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
Transmisi kebijakan moneter berjalan dengan baik. Suku bunga pasar uang (IndONIA) bergerak dalam kisaran BI-Rate sebesar 5,81% pada 16 Januari 2024. Suku bunga SRBI tercatat menarik pada level 6,68%, 6,78% dan 6,87% masing-masing untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada 15 Januari 2024 sehingga mendukung efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter yang pro-market. Sementara itu, suku bunga perbankan tetap rendah dipengaruhi oleh likuiditas perbankan yang memadai serta kebijakan transparansi SBDK yang meningkatkan efisiensi suku bunga perbankan. Dengan kaitan ini, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Desember 2023 tercatat rendah masing-masing sebesar 4,69% dan 9,25%. Imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun menurun seiring dengan ketidakpastian yang mereda.
Kredit perbankan pada 2023 tetap baik sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kredit pada 2023 mencapai 10,38% (yoy), berada dalam kisaran atas prakiraan Bank Indonesia 9-11%. Dari sisi permintaan, peningkatan kredit tersebut sejalan dengan kinerja positif korporasi dan rumah tangga. Dari sisi penawaran, peningkatan kredit didorong oleh risk appetite perbankan dan kapasitas likuiditas perbankan yang terjaga baik, termasuk dampak positif dari kebijakan likuiditas Bank Indonesia seperti KLM dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja, masing-masing sebesar 12,26% dan 10,05%. Sementara secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh kinerja sektor Pengangkutan, Jasa Sosial, Perdagangan, dan Listrik, Gas, Air. Pembiayaan syariah pada Desember 2023 juga tumbuh sebesar 15,80% (yoy), sementara pertumbuhan kredit UMKM mencapai 8,03% (yoy). Ke depan, pertumbuhan kredit diprakirakan meningkat dalam kisaran 10-12% pada 2024, sejalan dengan tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia akan terus menjaga efektivitas implementasi KLM dan memperkuat sinergi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga dan perbankan, serta pelaku usaha untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan pada sektor-sektor berdaya ungkit besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ketahanan perbankan tetap kuat. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat pada level yang tinggi sebesar 27,86% pada November 2023. Likuiditas perbankan tetap memadai, tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Desember 2023 yang terjaga tinggi pada 28,73%. Terjaganya likuiditas perbankan sejalan dengan masih tingginya penempatan perbankan pada surat berharga yang tergolong likuid dan implementasi KLM. Kapasitas likuiditas perbankan (lending capacity) juga didukung oleh penguatan strategi operasi moneter yang pro-market melalui antara lain perdagangan SRBI di pasar sekunder, yang memberikan fleksibilitas bank dalam mengelola likuiditas. Sementara itu, rasio kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) tercatat rendah, sebesar 2,19% (bruto) dan 0,75% (neto). Secara keseluruhan, ketahanan perbankan yang kuat tersebut didukung oleh kemampuan bayar korporasi dan rumah tangga yang tetap baik, sejalan dengan kinerja korporasi dan ekspektasi penghasilan rumah tangga yang terus membaik. Hasil stress-test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat dalam menghadapi berbagai risiko ketidakpastian ke depan. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko tersebut yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Pada tahun 2023, nilai transaksi digital banking tercatat Rp58.478,24 triliun atau tumbuh sebesar 13,48% (yoy) dan diproyeksikan meningkat 9,11% (yoy) hingga mencapai Rp63.803,77 triliun pada tahun 2024. Sementara nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 43,45% (yoy) sehingga mencapai Rp835,84 triliun dan diproyeksikan meningkat 25,77% (yoy) hingga mencapai Rp1.051,24 triliun pada tahun 2024. Nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh 130,01% (yoy) dan mencapai Rp229,96 triliun, dengan jumlah pengguna 45,78 juta dan jumlah merchant 30,41 juta yang sebagian besar merupakan UMKM. Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp8.178,69 triliun atau turun sebesar 0,81% (yoy). Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Desember 2023 meningkat 7,33% (yoy) sehingga menjadi Rp1.101,75 triliun.
Kelancaran dan keandalan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terjaga baik didukung kondisi likuiditas yang memadai. Transaksi BI-FAST dan BI-Real Time Gross Settlement (RTGS) terus meningkat dimana BI-FAST tercatat masih menjadi pilihan masyarakat untuk melakukan transfer dana. Stabilitas sistem pembayaran yang baik tecermin dari tidak terdapatnya reject transaksi BI-RTGS dan BI-Scripless Securities Settlement System (SSSS) yang terkait dengan permasalahan likuiditas. SPBI juga berjalan baik karena didukung oleh kelancaran sisi operasional, tecermin dari system availability yang tetap terjaga 100%. Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui program pengedaran uang Rupiah ke daerah Terluar, Terdepan, Terpencil (3T) serta kegiatan Kas Keliling, Kas Titipan, dan Ekspedisi Rupiah Berdaulat.