Google Maps mengeluarkan tiga fitur baru, salah satunya dapat mengkalkulasi potensi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Adapun dua fitur lainnya yakni monitor kualitas udara, serbuk sari. Fitur ini memanfaatkan kecerdasan buatan, machine learning, serta data lingkungan.
Adanya fitur baru tersebut bertujuan agar Google dapat memberikan lebih banyak informasi mengenai lingkungan. Untuk diketahui, perusahaan ini pertama kali memulai Project Sunroof pada tahun 2015 untuk memperkirakan potensi tenaga surya. Kemudian, pada 28 Agustus 2023, Google resmi meluncurkan teknologi barunya yaitu API Solar, yang dapat mengkalkulasikan data secara terperinci tentang potensi yang bisa dihasilkan dari PLTS atap. Alat canggih tersebut bisa melihat potensi tenaga surya untuk lebih dari 320 juta bangunan di 40 negara. Solar API Google dilatih untuk mengambil data tentang geometri atap, pepohonan dan naungan dari citra udara, selain faktor-faktor lain seperti pola cuaca dan biaya energi.
Alat itu bermanfaat menunjukkan kepada pengguna terkait potensi penghematan energi, dan dirancang untuk membuat proses pemasangan panel surya menjadi lebih cepat dan mudah.
“API Solar adalah masukan utama – API ini secara instan memberi kami data yang kami butuhkan untuk menganalisis atap, untuk menentukan berapa banyak sinar matahari yang mereka dapatkan,” ujar salah satu pendiri dan CEO Mona Lee Solar, Walid Halty, dikutip dari EcoWatch, Jumat (14/9). “Dengan melakukan hal ini dari jarak jauh dan secara instan, kami memiliki penghematan biaya yang lebih besar dan dapat memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik, membantu bisnis kami berkembang dengan cepat di bidang ini.” ujarnya lagi.
Selain API Tenaga Surya, Google juga mengumumkan API Kualitas Udara, yang memberikan informasi kualitas udara secara mendalam kepada pengguna.
Proyek ini mengambil dari sumber data termasuk stasiun pemantauan pemerintah, sensor, data meteorologi, satelit, data lalu lintas langsung, dan banyak lagi untuk menghasilkan informasi kualitas udara yang spesifik dan sangat rinci. Alat tersebut menunjukkan indeks kualitas udara (AQI), polutan yang dominan, riwayat kualitas udara per jam di suatu daerah dan bahkan rincian polutan utama di suatu daerah.
Menurut Google, dengan adanya alat canggih tersebut dapat memberikan informasi sehingga membantu pengguna mengambil keputusan terkait kesehatan mereka. Mulai dari menentukan kapan waktu yang aman untuk menghabiskan waktu di luar ruangan, hingga merencanakan rute perjalanan dengan kualitas udara terbaik. Selain itu, perusahaan Google juga meluncurkan alat canggih ketiga yaitu, Pollen API, yang menawarkan informasi mengenai jumlah serbuk sari dari sumber serbuk sari terbaik. Alat tersebut mengandalkan tutupan lahan, data klimatologi, produksi serbuk sari tahunan untuk tanaman yang berbeda, dan data lainnya untuk menentukan tingkat dan risiko serbuk sari. Fitur ini dapat membantu sekitar 400 juta orang di seluruh dunia yang menderita alergi serbuk sari.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 67 juta orang dewasa di Amerika Serikat memiliki alergi musiman terhadap serbuk sari. Menurut Google, alat baru tersebut dapat membantu pengembang dan bisnis merencanakan solusi yang berkelanjutan dan membantu pengguna mengurangi dampak lingkungan. “Ke depannya, kami bercita-cita untuk mendorong kemajuan jangka pendek dan terobosan jangka panjang. Tidak ada perusahaan, tidak peduli seberapa ambisius yang dapat menyelesaikan tantangan sebesar perubahan iklim sendirian,” tulis manajer produk untuk Google Maps Platform, Saleem Van Groenou. Saleem mengatakan, salah satu hal yang paling kuat yang dapat dilakukan oleh pihaknya adalah membangun teknologi yang memungkinkan untuk mengembangkan Google, memberikan manfaat kepada pelanggan, dan individu di seluruh dunia untuk mengambil tindakan yang berarti.